Kadang, sebagian orang bukan karena tidak peka. Mereka sangat sadar—sadar pada setiap tanda, sekecil apa pun, bahkan sejak awal. Mereka membaca dunia dengan detail yang nyaris sempurna, menangkap nuansa yang sering terlewat oleh banyak orang.
Namun, yang mereka miliki hanyalah satu hal: percaya. Dan untuk menyingkirkan kepercayaan itu, satu-satunya yang tersisa setelah segala logika dan upaya habis, adalah sesuatu yang terlalu menyakitkan untuk dilakukan. Tidak peduli betapa kemustahilan terlihat nyata di depan mata, mereka tetap memilih percaya.
Orang-orang seperti ini bukannya tidak rasional. Mereka telah menggunakan logika hingga habis. Setiap kemungkinan telah ditimbang, setiap jalan telah diperiksa, setiap risiko dianalisis. Maka harapan atau bahkan keajaiban bagi mereka bukan pilihan naif, melainkan keputusan terakhir yang masuk akal.
Kepercayaan itu bukan kebodohan. Ia adalah keberanian terakhir, cara halus untuk tetap memberi kesempatan pada kemungkinan, meski tipis, rapuh, dan mudah pudar. Mereka tetap melangkah, tetap membuka hati, meski logika berteriak bahwa itu tidak mungkin.
Dan kadang, justru dari harapan yang dipelihara di tengah kemustahilan itulah jalan baru muncul, sesuatu yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, sesuatu yang memberi makna pada semua kesadaran dan kepekaan yang mereka simpan.
Komentar
Posting Komentar