Pertama-tama aku ingin meminta maaf kepada diriku sendiri. Pada kesempatan ini ijinkan aku untuk melakukan pengakuan dosa.
Menjadi manusia yang penuh ketakutan bukanlah pilihanku sejak awal, tidak bermaksud membela diri. Aku adalah golongan manusia yang haus akan validasi. Aku rela melakukan apa saja, memutuskan apa saja berdasarkan penilaian orang lain, terutama penilaian dari diriku sendiri. Aku cukup kejam pada diri sendiri, nilaiku selalu rendah. Dari sudut pemikiran manapun aku selalu merasa tidak sempurna.
Hari demi hari hidup dilalui, dievaluasi, lalu dihakimi. Termasuk keberadaan blog ini, hadir seperti saksi bisu yang tahu semua kebenarannya . Entah berapa ribu kata yang sudah aku hapus dari puluhan tulisan yang aku tulis di laman blog ini. Jika setiap manusia punya kebiasaan, maka kebiasaanku adalah me-reset. Alasannya "sederhana" aku tidak cukup baik, tulisanku tidak cukup memuaskan. Aku adalah hakim yang memvonis diriku sendiri.
Ketakutan berlebihan yang aku miliki adalah bibit dari sifat perfeksionisku saat ini. Aku tahu gejalanya dan aku merasakannya. Ini kebiasaan buruk yang harus dihentikan sekarang juga. Tidak semua hal harus sempurna. Celah kecil di kehidupan tidaklah apa-apa. Rasanya itu adalah nasihat yang paling tepat bagi ku saat ini.
Aku adalah orang yang menjalani hidup dengan penuh rencana. Aku selalu punya rencana A hingga Z disetiap sisi kehidupan. Tapi aku benar-benar melupakan bahwa rencana B hanya akan berhasil atau paling tidak dapat dijalankan jika seseorang benar-benar mengikhlaskan kegagalan rencana Awalnya. Aku tidak seperti itu, aku menyerah, menyalahkan, dan tidak mengambil pelajaran. Aku selalu membuat rencana-rencana A selanjutnya. Terjebak dalam kegagalan dan mendambakan keberhasilan. Sangat bodoh. Aku baru mengamini betapa sia-sianya kebiasaan itu.
Ini terlampau sering, bahkan aku lupa berapa kali persisnya aku membuat keputusan untuk memulai kehidupan baru. Sebuah kehidupan yang pada akhirnya begitu-begitu saja. Rancangan kehidupan yang menolak berpijak dari pelajaran hidup sebelumnya. Tidak mengherankan bagi siapapun yang melihat hidupku seperti jalan ditempat.
Tidak ada yang baru. Selalu itu lagi dan itu lagi. Tidak pernah ada bosan-bosannya. Sangat keras kepala!
Masa lalu ternyata tidak pernah bisa dihapus dan seharusnya memang tidak untuk kita coba hapus. Aku saksinya.
Aku mencoba, tapi sekeras apapun aku mencoba tidak ada caranya. Hanya ada cacat yang terlihat, cacat yang sebenarnya bisa diperbaiki dikemudian hari atau cacat yang hanya perlu aku ampuni.
Aku akan menceritakan satu hal dan semoga menjelaskan semuanya. Mungkin kalian penasaran seberapa parah tuntutan menjadi sempurna merenggut hidupku.
Aku adalah orang yang selalu mempersiapkan semua hal sebaik mungkin, aku mengujinya, dan mengujinya lagi. Titik dimana aku berkata ini "sempurna" Hanya datang ketika aku, aku, dan aku mengijinkannya. Apakah selesai disitu? Tentu tidak. Penilaian "sempurna" Itu hanya berlaku hari itu. Realitanya standar kesempurnaan ku hari ini tidak lah sama dengan hari kemarin. Keputusan ku selalu sama dan mudah dibaca. "Aku membuat kesalahan, dan aku harus menghapusnya. Aku terlalu takut dan malu dengan penilaian ku hari itu. "
Aku tidak berusaha memperbaiki, justru aku berusaha begitu keras untuk merobohkan benda besar itu hanya karena cacat kecil yang aku temukan sehari setelahnya. Ironis tapi begitulah aku menjalani hidup.
Sekarang aku ingin sembuh. Sembuh dari kesempurnaan. Maka satu-satunya pilihan yang aku miliki adalah melakukan tantangan tidak sempurna. Sebab ternyata menjadi tidak sempurna tidaklah apa-apa.
Seperti tulisan ini yang jauh dari kata sempurna. Aku memilih untuk memperbaikinya daripada menghapus kata demi kata tidak sempurna didalamnya. Satu dua kata tidak sempurna lebih baik daripada tidak ada kata sama sekali.
Terimakasih.
Komentar
Posting Komentar