Aku tidak bisa hidup hanya dengan melakukan hal yang aku sukai.
Kalimat itu sederhana, tetapi di baliknya ada letih yang tidak pernah berteriak. Ada penerimaan yang tumbuh pelan, seperti luka yang perlahan berubah menjadi kulit baru.
Ada masa ketika aku percaya hidup adalah soal mengejar kebahagiaan pribadi. Namun seiring waktu, aku mulai memahami bahwa hidup selalu bersinggungan dengan orang lain. Sedikit demi sedikit, bagian dari diri yang dulu kujaga rapat ikut larut dalam harapan mereka.
Aneh memang. Manusia sering meninggalkan apa yang ia sukai demi orang-orang yang ia cintai.
Kita bekerja, menelan bosan, bangun sebelum matahari. Berlari di antara waktu dan lelah. Bukan semata untuk diri sendiri, tetapi agar seseorang di rumah bisa tertawa tanpa beban. Dan entah bagaimana, kita menyebut itu cinta.
Lalu aku bertanya pada diriku sendiri. Apakah manusia memang diciptakan untuk seperti ini? Untuk menekan keinginan, mengorbankan sebagian diri, dan menyebutnya kebajikan?
Mungkin memang begitu hukum hidup. Kebahagiaan sering berdiri di atas seseorang yang sedang menahan napasnya. Pengorbanan menjadi pondasi dari banyak hal yang kita sebut kehidupan.
Kita menanggung agar orang lain bisa tersenyum. Kita menahan agar mereka merasa lebih ringan. Kita memberi, lalu berpura-pura tidak kehilangan apa pun, agar cinta tidak berubah menjadi tuntutan.
Di tengah semua itu, manusia sering memikul rasa bersalah bahkan pada niat yang paling tulus. Mencintai, lalu merasa kurang. Bekerja, lalu merasa meninggalkan diri sendiri. Berjuang, lalu kecewa karena tidak ada yang benar-benar mengerti.
Hidup pun menjadi tawar-menawar yang sunyi. Antara apa yang kita inginkan dan apa yang harus kita lakukan. Antara menjadi diri sendiri dan menjadi sandaran bagi orang lain.
Mungkin memang begitulah nasib manusia. Bukan untuk selalu hidup di antara hal-hal yang disukai, tetapi untuk tetap bertahan di antara hal-hal yang terasa asing, melelahkan, dan kadang menyakitkan.
Karena cinta tidak selalu datang bersama tawa. Kadang ia hadir dalam bentuk paling sunyi. Bertahan, meski tidak ringan. Tetap tinggal, bukan karena mudah, tetapi karena seseorang harus memilih untuk tidak pergi.
Komentar
Posting Komentar