Harapan dalam hidup sering kali dimulai dari satu kata sederhana: mudah-mudahan.
Kata kecil yang terdengar rapuh itu seperti jembatan pertama yang kita lewati sebelum menatap hari esok.
Dan lucunya, kita mengucapkannya bukan karena hidup ini ringan,
melainkan justru karena kita tahu betul bahwa tidak ada hidup yang benar-benar mudah.
Mudah-mudahan adalah cara paling lembut untuk mengaku bahwa ada bagian dalam diri kita yang lelah,
yang ragu,
yang tidak yakin bisa menanggung semuanya sendirian.
Ia adalah bisikan yang muncul ketika logika sudah selesai,
ketika usaha sudah dilakukan,
dan ketika satu-satunya yang tersisa hanyalah kejujuran bahwa hidup kadang menggigit lebih keras dari yang kita bayangkan.
Setiap orang memakai kata itu,
dengan caranya masing-masing.
Ada yang menjadikannya harapan,
ada yang menyebutnya doa,
ada pula yang menggunakannya sebagai pelarian halus dari kenyataan yang terlalu berat untuk dihadapi tanpa perantara.
Namun pada akhirnya, mudah-mudahan adalah pengakuan paling manusiawi yang kita miliki:
bahwa meski kita berjalan tegak,
ada bagian dalam diri yang gemetar.
Bahwa meski kita terlihat kuat,
ada sisi yang diam-diam berpegangan pada sesuatu yang lebih besar dari kemampuan sendiri.
Dan mungkin itulah alasan kata ini tidak pernah benar-benar hilang dari hidup kita.
Karena semua manusia, tanpa terkecuali,
sedang mencoba menjadi kuat di dunia yang memang tidak pernah mudah.
Mudah-mudahan bukan sekadar harapan.
Ia adalah jejak kecil yang menandakan satu hal sederhana namun penting:
kita masih ingin bertahan.
Komentar
Posting Komentar