Ada hari-hari ketika aku menatap hidupku sendiri seperti menatap cermin yang terlalu jujur.
Tidak retak, tapi cukup kotor untuk membuat wajahku terlihat lebih lusuh dari yang seharusnya.
Dari pantulan itu, aku sadar banyak hal yang kulakukan bukan karena aku ingin,
melainkan karena aku terlalu lama membiarkan hidup berjalan tanpa kendali.
Beberapa pilihan terasa seperti luka kecil yang tidak pernah benar-benar sembuh.
Tidak besar, tidak dramatis, tapi cukup dalam untuk membuatku bertanya:
“Untuk apa semua ini?”
Orang bilang jangan menyesal.
Tapi mereka tidak pernah menatap malam yang licin dan sunyi seperti aku.
Mereka tidak pernah mendengar denting kecil dari kesadaran yang jatuh di dada,
mengingatkan seberapa jauh aku membiarkan diriku tersesat.
Namun anehnya, di tengah semua itu muncul sesuatu yang tidak kusangka:
keinginan untuk memperbaiki sedikit saja hidup yang masih tersisa.
Bukan untuk siapa pun. Bukan demi pengakuan atau perubahan besar yang memukau.
Tidak.
Keinginanku sederhana:
berhenti menyakiti diriku sendiri dengan cara yang terlihat biasa.
Ada rasa gerah yang merayap, seperti tubuh yang tiba-tiba sadar telah terlalu lama tidur di lantai dingin.
Dan entah bagaimana, aku ingin berdiri.
Bukan karena harus, tapi karena akhirnya aku merasa layak mencoba.
Pertanyaan itu kembali menghampiri, lebih tenang, lebih dewasa:
Bagaimana jika aku menjadi sedikit lebih baik dari diriku kemarin?
Bagaimana jika aku mulai menghargai hidupku sendiri, meski terasa berat?
Apa mungkin hal-hal baik tidak lagi ragu mendekat?
Apa mungkin aku berhenti menghindari kebahagiaan seolah ia datang untuk menagih hutang?
Pertanyaan itu tidak memberiku jawaban apa pun,
tapi untuk pertama kalinya, aku tidak lari.
Aku melihat kemungkinan diriku di masa depan, bukan sebagai sosok yang bersinar,
tapi sebagai seseorang yang akhirnya tidak takut melihat cermin.
Seseorang yang tidak sempurna, tidak suci, tapi lebih teratur, lebih jernih, lebih jujur pada dirinya sendiri.
Mungkin itu sudah cukup.
Mungkin itu satu-satunya langkah yang benar dari semua kesalahan yang pernah kubuat.
Aku tidak tahu siapa aku akan menjadi.
Mungkin tetap orang yang gelap, mungkin masih memikul sesuatu yang berat.
Tapi setidaknya aku tahu satu hal:
Aku sedang bergerak.
Pelan, kecil, hampir tak terdengar, tapi bergerak.
Dan apa pun arah perubahanku nanti, aku hanya berharap ia layak.
Layak untuk perjuanganku.
Layak untuk hidup yang masih menungguku.
Dan terutama, layak untuk seseorang yang selama ini hanya melihat dunia dari balik kedalamannya sendiri.
Komentar
Posting Komentar