Kadang pikiran seseorang meledak,
meski detonatornya sudah lama dikubur
jauh di dalam hati.
Kita percaya bisa menahan segalanya,
padahal justru yang paling kita sembunyikan
yang pertama mencari celah untuk keluar.
Tidak ada yang lebih berbahaya
daripada pikiran yang terlalu penuh
namun tidak pernah diberi ruang bernapas.
Manusia punya kebiasaan aneh:
mencoba menaklukkan hidup
hanya dengan kepalanya.
Kita mengulang kejadian yang telah lewat,
membedahnya seperti mayat
yang tak mungkin hidup kembali.
Kita menatap masa depan
seolah ia sudah terbentuk,
lalu takut pada bayangan
yang kita ciptakan sendiri.
Pikiran berubah menjadi penjara,
bukan rumah.
Kita sering bangga
karena mampu memikirkan segalanya.
Namun semakin kita mengejar kepastian,
semakin jauh kita dari kedamaian.
Overthinking adalah bentuk kesombongan samar:
keinginan mengendalikan
sesuatu yang bahkan
tidak pernah menjadi milik kita.
Padahal hidup hanya menuntut satu hal:
bertahan hari ini.
Bukan menebak besok,
bukan mengulang kemarin.
Kekhawatiran hanyalah mitos
yang kita pelihara,
legenda yang diwariskan
dari satu ketakutan ke ketakutan lain,
tanpa pernah benar-benar dipertanyakan
asal-usulnya.
Kita terlalu banyak berpikir,
namun jarang sungguh-sungguh memahami
apa yang kita pikirkan.
Ribuan kemungkinan berdesakan di kepala,
padahal hanya satu yang akan terjadi,
dan sering kali bukan salah satunya.
Tidak semua hal perlu dianalisis
sampai rusak.
Tidak semua keputusan
membutuhkan rapat batin
yang panjang dan melelahkan.
Lebih bijak menyimpan
satu pikiran yang menenangkan
daripada seribu pikiran
yang saling menabrak.
Lebih baik merawat bening di kepala
daripada membangun
perpustakaan kecemasan
yang tak pernah selesai dibaca.
Karena pada akhirnya,
keterlaluan dalam berpikir
bukan tanda kedalaman,
melainkan tanda ketakutan
yang tidak tahu
ke mana harus pulang.
Dan ketika kita berhenti
memaksa dunia masuk ke kepala,
barulah kita sadar:
pikiran yang hening
jauh lebih kuat
daripada pikiran yang sibuk.
Komentar
Posting Komentar